Sabtu, 30 April 2016

HUKUM DAGANG


HUKUM DAGANG
Dagang atau perdagang merupakan salah satu kegiatan yang sangat erat dan tak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Perdagangan ini dilakukan dengan menjual atau membeli barang tertentu dengan keperluan untuk dijual kembali sehingga memperoleh laba. Perdagangan ini bisa dilakukan oleh perusahaan atau pengusaha. Dalam pelaksanaan nya, perdagangan ini diatur oleh suatu aturan atau hukum yang disebut hukum dagang.


      Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 5 KU Dagang.
Sementara itu, dalam Pasal 1 KUH Dagang disebutkan bawa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitabini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku uga terhadap Hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Kemudian, di dalam Pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan ole hukum perdata.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH Dagang merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan dagang merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis),sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogate legi genelari, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.

Hubungan Pengusaha dan Pembantu-pembantunya
Di dalam menjalan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang ddiri, apalagi jika perusahaan dalam skala besar. oleh karena itu, diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pemantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu :
1.      Pembantu di Dalam Perusahaan
Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian pemburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2.      Pembantu di Luar Perusahaan
Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberi kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacra, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.

Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang  termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat.
a.       Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata;
b.      Hubungan pemberi kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata;
c.       Hubungan hukum pelayan berkala, sesuai Pasal 1601 KUH Perdata.


      Pengusaha dan Kewajibannya

Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang dilakukan oleh pengusaha, yaitu.
a.  Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Yo Undang-undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)
Didalam Pasal 6 KUH Dagang menjelaskan makna pembukuan, yakni mewajibkan ssetiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
        Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
1.      Dokumen keuangan
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
2.      Dokumen lainnya
Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan keuangan.

Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah rahasia, artinya meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak ketiga mengetahui hak-hak dan kewajibannya, namun tidak berarti secara otomatis setiap orang dperbolehkan memeriksa atau melihat pembukuan pengusaha.
Sebagaiman telah ditentukan oleh undang-undang bahwa pembukuan wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak menjalankan kewajibannya atau lalai tidak dapat dikenakan sanksi-sanksi sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 dan Psal 396,397,231 (1) (2) KUH Pidana.

b. Mendaftarkan perusahaannya (sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan)
Dengan adanya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
       Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap telah mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang. Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usaha di eilayah negara Repulik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk didalam kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan, serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
         Perusahaan-perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar perusahaan adalah berbentuk badan hukum, persekutuan, perorangan, dan perusahaan-perusahaan baru yang sesuai dengan perkembangan perekonomian, sedangkan perusahaan yang ditoak pendaftarannya karena dianggap belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak mengurangi kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama tenggang waktu kewajiban pendaftaran sejak penolakan pendaftaran. Pihak yang ditolak dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.

Kesimpulan
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur masalah perjanjian perdagangan atau perniagaan yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau perniagaan. Hukum dagang ini dapat dijadakan landasan atau dasar bagi pengusaha dalam mendirikan usahanya. dalam hukum dagang ini juga mengagatur mengatur tentang hubungan pengusaha dengan pembantu-pembantunya, dan kewajiban pengusaha ini juga diatur dalam KUHD. 


REFERENSI :
Kartika Sari, Elsi., Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sabtu, 23 April 2016

HUKUM PERJANJIAN

A.     Pengertian Perjanjian
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.   Perjanjian adalah sumber perikatan.
B.     Jenis – jenis Perjanjian
a.     Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Pembedaan jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa–menyewa, tukar–menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

b.     Perjanjian Bernama dan Tak Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian–perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa–menyewa, tukar–menukar, pertanggungan, pengakutan, melakukan pekerjaan, dalam KUHPerdata diatur dalam titel V s/d XVIII dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c.      Perjanjian Obligator dan Kebendaan
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar.

d.     Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

C.      Syarat Sahnya Perjanjian 
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
2.      Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
a.       Orang-orang yang belum dewasa
b.      Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c.       Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang,
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3.      Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
4.      Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban

D.     Akibat perjanjian
Ditinjau dari Hukum Publik.
1)     Bagi negara pihak :
Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atau in good faith. Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh organ-organ negara yang harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaannya.Daya ikat perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt servanda.
2)      Bagi negara lain :
Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hukum privat yang tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan mereka, dapat memberikan hak kepada negara-negara ketiga atau mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara tersebut (contoh : Pasal 2 (6) Piagam PBB yang menyatakan bahwa negara-negara bukan anggota PBB harus bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional).
Pasal 35 Konvensi Wina mengatur bahwa perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga berupa kewajiban atas persetujuan mereka dimana persetujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk tertulis.

Ditinjau dari Hukum Privat.
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
E.      Pembatalan Perjanjian
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:
  • Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;
  • Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
Berlakunya suatu syarat batal
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.

F.      Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
a.   ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b.   undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian
c.   para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus;

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah

G.     Prestasi dan Wanprestasi
Dengan adanya persetujua, maka timbulah kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi [consideran menurut hukum Anglo Saxon]. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
Salah satu unsur dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan perikatan, yakni suatu prestasi yang terdiri dari 3 (tiga) macam:
a.     Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.
b.    Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan untuk pemesan.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan suatu bangunan, perjanjian tidak akan menggunakan merk dagang tertentu.

Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
  1.  Tidak melaksanakan isi perjanjian.
  2.  Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
  3.  Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
  4.  Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu:
  1. Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti-rugi.
  2. Dilakukan pembatalan perjanjian  
  3. Peralihan resiko
  4. Membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim

Kesimpulan : 
Perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih yang menimbulkan suatu ikatan. Perjanjian ini merupakan dasar timbulnya suatu ikatan atau perikatan. Dalam melakukan perjanjian ini ada ayarat yang harus dilakukan. Dan dalam pelaksanaan nya ada yang dinamakan prestasi dan wanprestasi dimana prestasi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang melakukan perjanjian, sedangkan wanprestasi adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang melakukan perjanjian. Hukum perjanjian disebut juga hukum kontrak dan tercantum dalam Buku III KUH Perdata. 

REFERENSI :
Subekti, R, Prof, S.H., Hukum Perjanjian, Cetakan ke-VIII, PT Intermasa.
lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Hukum+Perjanjian.pdf