1.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi
Perilaku Etika
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu
orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas
kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari
kegagalan. Kompetisi inilah yang harus
memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang
berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan
kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa
mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita
yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang.
Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran
besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh
penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis
kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang
terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain yaitu pengendalian
diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika
dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita
yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam
menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.
2.
Kesaling - tergantungan antara bisnis dan
masyarakat
Secara
sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis
sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang
dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang
maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut
segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang
ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu
kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang
tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha
belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu
contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah
masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa
produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah
produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia
dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga
3.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Etika
sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang
harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus
disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok
yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia
bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha,
tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal
ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain
agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi,
jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah
1) Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan
diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan
keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan
keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan
keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis,
tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
Inilah etika bisnis yang "etis".
2) Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,
tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki
akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4) Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
5) Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi"
lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan
lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6) Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan
segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
7) Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
8) Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah
agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main
yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
"oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan
"kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10) Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan
suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11) Perlu adanya sebagian etika bisnis yang
dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis
yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi
dimuka bumi ini.
Dengan adanya
moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah
satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
4.
Perkembangan dalam etika bisnis
Ricahard De George
mengusulkan untuk memebdakan antara etika-dalam-bisnis dan etika bisnis. Etika-dalam-bisnis
ata etika-berhhubungan-dengan-bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah
satu topik disamping sekian banyak topik lalinnya. Etika dalam bisnis belum
merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal
itu baru tercapai dengan timbulnya “etika
bisnis” dalam arti sesungguhnya. Etika bisnis dalam arti khusus ini pertama
kali timbul di Amerika Serikat dalam 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan
dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George maka
perkembangan etika-dalam-bisnis mennjadi etika bisnis dibedakan menjadi 5
periode.
1) Situasi dahulu
Di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20,
Etika-dalam-bisnis terutama dipraktekan dalam konteks agama dan teologi. Dan pendekatan
ini masih masih belangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat
lain. Para paus mengeluarkan ensiklik-ensiklik sosial baru. Suatu contoh bagus
khusus untuk AS adalah dokumen pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup AS
dengan judul Economic Justice for All.
Catholic Sosial Teaching and the U.S. Economy (1986).
2) Masa peralihan : tahun 1960-an
Dasawarsa 1960-an
ini di Amerika Serikat ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas,
revolusi mahasiswa, penolakan terhadap eshtabilishment
(kemapanan). Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka
terjadi antara militer dan industri. Timbulnya kesadaran akan masalah ekologis
dan terutama industri dianggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup dengan
polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir. Dan tiimbulnya
sikap anti-konsumeristis. Semua faktor ini mengakibatkan suatu sikap
anti-bisnis pada kaum muda, khusunya mahasiswa.
Dunia pendidikan
mengatasi situasi ini dengan berbeda-beda. Beberapa sekolah bisnis mulai dengan
mencantumkan mata kuliag baru dalam kurikulumnya yang biasa di beri nama Business and Society. Salah satu topik
yang menjadi populer dalam konteks itu adalah Coorporaete social responsibility. Pendekatan ini diadakan dari
segi manajemen, dengan sebagian melibatkan juga hukum dan sosiologi, tetapi
teori etika filosofis disini belum dimafaatkan.
3) Etika bisnis lahir di Ammerika Serikat: tahun
1970-an.
Berkembangnya etika
bisnis dalam arti yang sebenarnya. Ada dua faktor yang memberi konstribusi
besar kepada kelahiran etika bisnis di AS.
Ø Para filsuf memasuki wilayah penilitian ini (etika
bisnis) dan dalam waktu singkat menjadi kelompok yang paling dominan.
Ø Krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika,
seperti kasus korupsi dan korupsi. Sehingga kalangan pendidikan dirasakan
kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis.
4) Etika bisnis meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira sepuluh tahun kemudian, mula-mula di inggris lalu
negara-negara Eropa Barat. Semakkin banyak fakultas ekonomiatau sekolah bisnis
di Eropa mencantnumkan mata kkuliah etika bisnis dalam kurikulumnya. Pada tahun
1983 diangkat profesor etika bisnis pertama di suatu universitas Eropa
(Universitas Nijenrode, Belanda). 10 tahun kemudian, sudah terdapat dua belas
profesor etika bisnis di universitas-universitas Eropa.
Pada tahun 1987
didirikan European Business Ethics
Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari
universita serta sekolah bisnis, para pengnusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional dan Internasional.
5) Etika bisnis menjadi fenomena global: tahun 1990
Kini etika bisnis
dipelajari, diajarkan, dan dikembangkan di seluruh dunia tidak hanya Amedika
dan Eropa akan tetapi Asia dan berbagai kawasan lainnya. Dan didirikannya International Society for Business,
Economics, and Ethicss (ISBEE). ISBEE mengadakan pertemuan perdananya di
Tokyo pada 25-28 Juli 1996, disitu antara lain dibawakan 12 laporan tentang
situsi etika bisnis di berbagai kawasan dunia
5.
Etika bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang
akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan
etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien,
pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau
mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Akuntansi sebagai profesi memiliki
kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi
yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga
kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron,
xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah
membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam
bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui
bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah
memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan
tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan
etika.
REFERENSI :
1) Bertens, K. 2000. “Pengantar Etika Bisnis”. Yogyakarta:
Kansius
2) Susanti, Beny. 2008. “Etika Profesi Akuntansi”. Modul
Kuliah. Depok: Univerditas Gunadama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar